حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَسَنِ الْمِصِّيصِىُّ حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ - يَعْنِى ابْنَ مُحَمَّدٍ - حَدَّثَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ قَالَ حَدَّثَنِى مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ جُبَيْرٍ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِيهِ عَنِ الْمِقْدَادِ بْنِ الأَسْوَدِ قَالَ ايْمُ اللَّهِ لَقَدْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِنَّ السَّعِيدَ لَمَنْ جُنِّبَ الْفِتَنَ إِنَّ السَّعِيدَ لَمَنْ جُنِّبَ الْفِتَنَ إِنَّ السَّعِيدَ لَمَنْ جُنِّبَ الْفِتَنَ وَلَمَنِ ابْتُلِىَ فَصَبَرَ فَوَاهًا
Dari Miqdad bin al-Aswad berkata, aku bersumpah dengan nama Allah, sungguh aku mendengar Rosulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang bahagia adalah orang yang dijauhkan dari berbagai macam fitnah, Sesungguhnya orang yang bahagia adalah orang yang dijauhkan dari berbagai macam fitnah, Sesungguhnya orang yang bahagia adalah orang yang dijauhkan dari berbagai macam fitnah. Dan orang yang bahagia adalah orang yang apabila diuji dengan sesuatu yang menyedihkan maka dia bersabar”. (HR. Abu Dawud : 4265
Menurut Imam al-Alusi dalam kitab Tafsirnya “ Ruuhul Ma’aaniy Fi Tafsiiri al-Qur’an al-‘Azim Wa Al-Sab’u al-Matsaani” kata fitnah berasal dari kata “fatana” yang berarti membakar logam, emas atau perak untuk menguji kemurniannya. Juga berarti membakar secara mutlak, meneliti, kekafiran, perbedaan pendapat dan kezaliman, hukuman dan kenikmatan hidup.
Didalam al-Quran kata fitnah sering diulang, tentunya juga dengan maksud yang berbeda, perbedaan terjadi sesuai dengan konteks dari ayat tersebut, tetapi secara umum Fitnah bisa difahami juga sebagai ujian kehidupan dalam berbagai keadaan, dalam keadaan berlimpah karunia ataupun dalam keadaan susah, sehingga dengan ujian itu akan ‘terlahir’ manusia2 hebat yang selalu mendedikasikan dirinya untuk berjuang di jalan Allah dan selalu dekat denganNya.
Tetapi yang banyak terjadi dikalangan masyarakat, bahwa ujian lebih identik dengan kesusahan-kesusahan hidup, seperti : sakit, kurang harta, konflik dalam rumah tangga dan masalah2 lainnya yang membuat sesak didalam dada, padahal kesenangan dan serba kecukupan juga merupakan ujian yang harus disikapi dengan baik sehingga menjadi “pemenang”. Saat dimana seorang hamba tetap menjadi ta’at kepada Allah, melaksanakan perintahNya dan menjauhi semua laranganNya, maka sesungguhnya ia telah menjadi orang yang selamat dari segala fitnah dunia.
Pada hadits hari ini, Nabi SAW mengulang tiga kali ciri orang yang bahagia, yakni manakala terhindar dari fitnah dan baru mengikutinya dengan orang yang bahagia ketika tetap bersabar ketika mendapatkan ujian, karena mereka yang bersabar sesungguhnya ditemani Allah dan pasti akan beriring pertolongan dan kemuliaan. Butuh ‘kecerdasan’ khusus dalam menyikapi hidup di dunia ini, yang pada akhirnya akan membentuk kepribadian yang penuh dengan kebaikan dalam setiap keadaan, merekalah yang berbahagia, karena gerakan dan sikapnya akan selalu terjaga dari kesalahan yang dzohir maupun bathin.
Ada alasan mengapa manusia diuji dengan kesusahan ataupun kesedihan, boleh jadi karena ada dosa yang harus di ‘konversi’ dengan airmata dan ini lebih mengarah kepada ‘hukuman’, atau boleh jadi Allah teramat menyayanginya, sehingga diharapkan melewati ujian tersebut dengan sabar dan berarti akan ditemani Tuhan.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (QS. Al-Anbiya : 35)
Kembali saja kepada Allah, maka rasakan betapa indahnya hidup ini, saat ini, esok dan hingga saat dikumpulkan bersama Nabi SAW di Taman Syurga yang sesungguhnya. Insya Allah
Wallahu A’lam Bisshowaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar